^_^

SELAMAT DATANG UNTUK PARA PENGUNJUNG DAN SILAHKAN MENGAKSES DATA

Rabu, 09 Februari 2011

METODE ANALISIS

Ekstraksi dan Fraksinasi
Ekstraksi merupakan suatu proses yang secara selektif mengambil zat terlarut yang terkandung dalam suatu campuran dengan bantuan pelarut. Metode pemisahan pada ekstraksi pelarut menggunakan prinsip kelarutan like dissolve like, yaitu pelarut polar akan melarutkan zat polar dan sebaliknya. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan pelarut adalah selektivitas, sifat racun, dan kemudahannya untuk diuapkan (Khopkar 2002).
Salah satu prosedur klasik untuk memperoleh kandungan senyawa organik dari jaringan tumbuhan ialah maserasi. Metode maserasi digunakan untuk mengekstraksi sampel yang relatif tidak tahan panas. Metode ini dilakukan hanya dengan merendam sampel dalam suatu pelarut dengan lama waktu tertentu, biasanya selama 24 jam tanpa menggunakan pemanasan. Kelebihan metode maserasi, yaitu sederhana, tidak memerlukan alat-alat yang rumit, relatif murah, serta dapat menghindari kerusakan komponen senyawa yang tidak tahan panas. Kelemahannya diantaranya dari segi waktu yang lama dan penggunaan pelarut yang tidak efisien. Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan memberikan efektifitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam pada pelarut tersebut (Rohman et a. 2006).  Efektivitas ekstraksi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ukuran partikel bahan yang disari, tekstur bahan atau jaringan simplisia, faktor fisika seperti suhu, tekanan, kelarutan, jenis dan polaritas cairan penyari dan teknik penyaringan yang digunakan (Depkes RI 1986).
Fraksinasi adalah proses pemisahan komponen dalam suatu ekstrak menjadi kelompok-kelompok senyawa yang memiliki kemiripan karakteristik secara kimia (Houghton & Raman 1998). Teknik fraksinasi dapat dilakukan dengan kromatografi kolom, yaitu teknik analisis untuk menentukan jumlah komponen dalam suatu campuran senyawa, dan juga untuk memisahkan dan memurnikan komponen senyawa tertentu dari campurannya. Pemisahan kromatografi kolom ini menggunakan suatu pelarut pengelusi yang dialirkan secara kontinu melalui kolom dan komponen demi komponen dari campuran pada akhirnya keluar dari kolom kemudian dapat dikumpulkan dan difraksinasi (Rouessac & Rouessac 1994).

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan jenis kromatografi partisi menggunakan sebuah lapis tipis silika atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam yang keras. Fase diam untuk KLT seringkali juga mengandung substansi yang dapat berpendar dalam sinar ultra violet. Fase gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai (Harvey 2000). Pergerakan zat relatif terhadap garis depan pelarut dalam sistem kromatografi lapis tipis dapat didefinisikan sebagai nilai Rf, yaitu perbandingan jarak tempuh zat dengan jarak tempuh garis depan pelarut.

Spektrofotometri UV-Vis
Pengukuran absorbansi atau transmitansi dalam spektroskopi ultraviolet dan daerah tampak digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif spesies kimia. Absorpsi dalam daerah ultraviolet dan daerah tampak menyebabkan eksitasi elektron ikatan. Puncak absorpsi (λmaks) dapat dihubungkan dengan jenis ikatan-ikatan yang ada dalam spesies. Spektroskopi absorpsi berguna untuk mengkarakterisasikan gugus fungsi dalam suatu molekul dan untuk analisis kuantitatif (Khopkar 2007). Semua molekul dapat mengabsorpsi radiasi dalam daerah UV-Vis karena mereka mengandung elektron baik berpasangan maupun menyendiri yang dapat dieksitasikan ke tingkat energi yang lebih tinggi. Panjang gelombang yang diabsorpsi bergantung pada berapa kuat elektron itu terikat dalam molekul (Day, Underwood 2001).
Spektrum serapan kandungan tumbuhan dapat diukur dalam larutan yang sangat encer dengan pembanding blanko pelarut serta menggunakan spektrofotometer yang merekam otomatis. Pelarut yang umum digunakan untuk spektoskopi UV ialah air, etanol 95% dan  heksana (Pavia et al 2001). Sampel untuk spektrofotometri UV-Vis paling sering dalam bentuk cairan daripada gas atau padatan. Sampel biasanya ditempatkan dalam sel transparan, yang disebut kuvet. Kuvet biasanya berbentuk persegi panjang, dengan lebar internal 1 cm. Jenis wadah sampel yang digunakan harus mengizinkan radiasi untuk melewatkan daerah spektral yang diminati. Sebagian besar kuvet yang digunakan terbuat dari leburan silika atau kaca kuarsa berkualitas tinggi karena tembus cahaya di daerah UV, daerah tampak dan daerah inframerah dekat. Kuvet Kaca dan plastik juga umum, meskipun sebagian besar plastik dan kaca menyerap di daerah UV, tetapi terbatas untuk daerah tampak (Skoog et al 2002)

Spektrofotometri Infra merah
Spektroskopi inframerah merupakan suatu metode yang mengamati interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada daerah panjang gelombang 0.75 – 1.000 µm atau pada bilangan gelombang 13.000 – 10 cm-1. Berdasarkan pembagian daerah panjang gelombang sinar infra merah dibagi atas tiga daerah, yaitu daerah infra merah dekat (0.75 - 2.5 µm), daerah infra merah pertengahan (2.5 – 50 µm), dan daerah infra merah jauh (50 – 1000 µm) (Giwangkara 2007). Daerah yang paling banyak digunakan untuk berbagai keperluan praktis adalah 2,5-50 µm atau daerah inframerah pertengahan (Khopkar 2007). Spektrum inframerah senyawa tumbuhan dapat diukur dengan spektrofotometri inframerah yang merekam secara otomatis dalam bentuk larutan (dalam kloroform, karbontetraklorida, 1-5%), bentuk gerusan dalam minyak nuyol, atau bentuk padat yang dicampur dengan kalium bromida. Pada cara terakhir, tablet atau cakram tipis dibuat dari serbuk yang mengandung kira-kira 1 mg bahan dan 10-100 mg kalium bromida dalam kondisi tanpa air, dibuat dengan menggunakan cetakan atau pengempa. Jangka pengukuran dibuat mulai dari 4000 sampai 667 cm-1 (2.5 sampai 15µm), dan perekam spektrum memakan waktu kira-kira tiga menit (Harbone 1987).  Spektrofotometer Infra merah dibagi menjadi 3 jenis yaitu spektrofotometer Infra merah dispersive (kualitatif), spektrofotometer Infra merah tak dispersive (kuantitatif), dan spektrofotometer Infra merah transformasi fourier (kualitatif dan kuantitatif).
Spektrofotometri FTIR menggunakan prinsip interferometer (Skoog et al. 2002). Spektrofotometer FTIR berguna untuk mengidentifikasi bahan kimia baik organik maupun anorganik. FTIR menggunakan karakteristik vibrasi dalam molekul untuk menghasilkan spektra sidik jari yang fitur-fiturnya didefinisikan dari gugus fungsi yang ada dalam sampel (Darusman et al 2005). Spektroskopi FTIR mengukur vibrasi dominan dari gugus fungsi dan ikatan yang memiliki kepolaran yang tinggi (Thor&Jeffery 2005). Prinsip FTIR adalah ketika sampel berinteraksi dengan sinar (radiasi elektromagnetik), maka ikatan kimia pada panjang gelombang tertentu akan menyerap sinar ini dan akan bervibrasi. Vibrasi ini dapat berupa vibrasi tekuk atau vibrsi ulur. Absorbans atau vibrasi ini dihubungkan dengan ikatan tunggal atau gugus fungsi dari molekul untuk identifikasi senyawa yang tidak diketahui (Dunn & David 2005).

Flavonoid
Flavonoid merupakan salah satu metabolit sekunder, kemungkinan keberadaannya dalam daun dipengaruhi oleh adanya proses fotosintesis sehingga daun muda belum terlalu banyak mengandung flavonoid (Markham 1988). Lebih dari 2000 flavonoid yang berasal dari tumbuhan telah diidentifikasi, namun ada tiga kelompok yang umum dipelajari, yaitu antosianin, flavonol, dan flavon. Flavnoid sering terdapat di sel epidermis. Sebagian besar flavonoid terhimpn di vakuola sel tumbuhan walaupun tempat sintesisnya ada di luar vakuola (Salisbury & Ross 1995)
Flavonoid terutama berupa senyawa yang larut dalam air dan dapat diekstrak dengan etanol 70% dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak ini dikocok dengan eter. Flavonoid  berupa senyawa fenol karena itu warnanya berubah bila ditambah basa atau amonia, jadi mereka mudah dideteksi pada kromatogram atau dalam larutan. Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan pembuluh dan dalam bentuk campuran, jarang sekali dijumpai hanya flavonoid tunggal. Penggolongan jenis flavonoid dalam jaringan tumbuhan mula-mula didasarkan kepada telaah sifat kelarutan dan reaksi warna (Harbone 1987). Menurut  Cos  et al (1998), aktivitas flavonoid sebagai penurun kadar asam urat melalui penghambatan enzim xantin oksidase. Selain dapat menghambat enzim xantin oksidase juga bersifat  sebagai antioksidan penangkap radikal superoksida. Sukadana (2009) melaporkan bahwa isolat flavonoid fraksi FB dari ekstrak kental air  buah  belimbing  manis  diduga  termasuk golongan  katekin  yang dapat menghambat  bakteri  gram  positif (Staphylococcus aureus) dan  gram negatif (Escherichia coli),  masing-masing  mulai  dari konsentrasi 500 ppm dan 100 ppm. Isolat  flavonoid  yang  berhasil  diisolasi dari kulit akar awar-awar adalah  golongan  flavanon yang mempunyai aktivitas sebagai antibakteri  terhadap  Vibrio  cholera  dan Eschericia coli (Sukadana 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar